Edisi QR 5

Tema : Keberkahan

Halaman Beranda

Sebab-Sebab Dikabulkannya Doa

Ucapan Abu Hurairah : “Kemudian Rasulullah ﷺ menyebutkan orang yang lama bepergian, rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan yang haram, bagaimana doanya dikabulkan ?”

Dengan hadits di atas, Nabi ﷺ ingin menunjukkan etika berdoa, sebab-sebab yang menjadikan doa dikabulkan, dan sebab-sebab yang menjadikan doa seseorang itu tidak dikabulkan.

Dalam hadits di atas, Nabi ﷺ menyebutkan empat hal yang membuat doa dikabulkan, yaitu:

1. Lama bepergian.

Bepergian itu sendiri menyebabkan doa dikabulkan seperti terlihat pada hadits Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ bersabda :

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.

“Tiga doa yang akan dikabulkan, dan tidak diragukan padanya, yaitu: doa orang tua, doa orang yang bersafar, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Abu Daud hadits no. 1313)

Riwayat Lain Rasulullah ﷺ bersabda :

ثَلَاثُ دَعَوَاتِ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لَا شَكٍّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ.

“Tiga doa yang dikabulkan dan tidak ada keraguan di dalamnya (1) doa orang yang terzhalimi, (2) doa musafir (orang yang sedang bepergian jauh), dan (3) doa orang tua untuk anaknya.”¹

Dalam riwayat lain disebutkan: “Doa keburukan orang tua untuk anaknya.”

Jika seseorang telah lama bepergian, doanya sangat mungkin dikabulkan karena dugaan kuat orang tersebut sedih karena lama terasing dari negerinya dan mendapatkan kesulitan. Sedih adalah sebab terbesar yang membuat doa dikabulkan.

2. Terjadinya keusangan pada pakaian dan penampilan dalam bentuk rambut kusut dan berdebu. Hal ini juga membuat doa terkabul seperti terlihat pada hadits yang masyhur, Nabi ﷺ yang bersabda :

رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ.

“Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, tampak dihinakan dan di usir oleh orang-orang, namun apabila dia berdoa kepada Allah, pasti Allah akan mengambulkannya.”(HR. Muslim hadits no. 4754, 2622)²

Ketika Nabi ﷺ keluar rumah untuk mengerjakan shalat Istisqa, beliau ﷺ keluar dengan pakaian usang, tawadhu’, dan merendahkan diri. Sebagaimana dalam riwayat hadits Nabi ﷺ bersabda :

رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الِاسْتِسْقَاءِ فَقَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَبَذِّلًا مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى زَادَ عُثْمَانُ فَرَقَى عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ اتَّفَقَا وَلَمْ يَخْطُبْ خُطَبَكُمْ هَذِهِ وَلَكِنْ لَمْ يَزَلْ فِي الدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّكْبِيرِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّي فِي الْعِيدِ.

Rasulullah ﷺ keluar untuk melaksanakan salat istisqa dalam keadaan lusuh, tawaduk dan khusyuk hingga beliau sampai di tempat salat- Utsman menambahkan- kemudian beliau naik mimbar -dan keduanya sepakat bahwa- beliau tidak khotbah, akan tetapi beliau berdoa dan betul-betul khusyuk dalam berdoa dan beliau bertakbir kemudian beliau salat dua rakaat sebagaimana salat Ied.” (HR.  Abu Daud hadits no. 984)

Keponakan Mutharrif bin Abdullah dipenjara, kemudian Mutharrif bin Abdullah mengenakan pakaian usang miliknya dan mengambil tongkat dengan tangannya. Dikatakan kepadanya: “Mengapa engkau melakukan hal seperti itu ?” Mutharrif bin Abdullah lalu menjawab:

“Aku merendahkan diri kepada Rabbku, mudah-mudahan Dia memberi syafa’at kepadaku untuk keponakanku.”⁴

3.  Menengadahkan kedua tangan ke langit.

Ini termasuk adab berdoa, dan dengan cara seperti itu, diharapkan doa tersebut dikabulkan. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Salman bahwa Nabi ﷺ bersabda :

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا.

“Sesungguhnya Tuhan kalian Yang Mahasuci dan Mahatinggi adalah Mahahidup dan Mulia, Dia merasa malu dari hambanya apabila ia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya dan mengembalikannya dalam keadaan kosong.” ( HR. Abu Daud hadits no. 1488, 1273 )⁵

Hadits semakna juga diriwayatkan dari hadits Anas bin Malik”⁶, Jabir ⁷, dan selain keduanya.

Cara menengadahkan tangan dalam berdoa, yaitu:

a. Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak dengan menghadapkan kedua telapak tangan ke langit dan menghadapkan bagian luarnya ke tanah. Menengadahkan kedua tangan seperti itu diperintahkan dalam banyak hadits ketika seseorang berdo’a kepada Allah Azza Wa Jalla. Disebutkan dari Ibnu Umar, Abu Hurairah dan Ibnu Sirin bahwa itulah doa dan permintaan kepada Allah Azza Wa Jalla.

b. Menengadahkan kedua tangan sejajar dengan pundak dan menghadapkan bagian luar tangan ke arah kiblat ketika menghadap ke sana dan menghadapkan bagian dalam tangan ke wajah. ⁸
Salah seorang generasi salaf berkata: “Menengadahkan kedua tangan seperti itu adalah sikap merendahkan diri.”

c. Nabi ﷺ menengadahkan kedua tangan beliau dengan tinggi ketika shalat Istisqa’ hingga ketiak beliau ﷺ yang putih bersih terlihat. Yaitu, dengan menghadapkan bagian luar telapak tangan ke langit dan bagian dalamnya menghadap ke tanah.⁹
Sebagaimana dalam riwayat hadist Nabi ﷺ :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى وَابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ.

“Nabi ﷺ tidak pernah mengangkat tangannya saat berdoa kecuali ketika berdoa dalam salat istisqa.’ Beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya.” ( HR. Bukhari hadits no. 973, 1031, Muslim 895, 1490 )

d. Menengadahkan kedua tangan dengan posisi tangan bagian dalam menghadap ke langit dan bagian luarnya menghadap ke tanah. Salah seorang dari generasi Salaf berkata: “Menengadahkan kedua tangan seperti itu adalah meminta perlindungan kepada Allah Azza Wa Jalla dan berlindung diri kepada-Nya.” Diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa jika beliau berlindung diri kepada Allah Azza Wa Jalla, beliau ﷺ menengadahkan kedua tangan seperti itu.¹⁰ Imam Abu Dawud meriwayatkan cara seperti ini dari Nabi ﷺ ketika beliau ibtihal (bersungguh-sungguh dalam berdoa) ¹¹

Riwayat hadits Nabi ﷺ :

وَالِابْتِهَالُ هَكَذَا وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَجَعَلَ ظُهُورَهُمَا مِمَّا يَلِي وَجْهَهُ.

” Dan iapun mengangkat kedua tangannya dan menjadikan punggung kedua tangannya menghadap ke wajahnya.” (HR. Abu daud 1274, 1490)

e. Beristighfar dengan berisyarat jari telunjuk. Bahwasanya Nabi ﷺ berbuat seperti itu ketika berada di atas mimbar.¹²
Riwayat hadits Nabi ﷺ :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ رَأَى عُمَارَةُ بْنُ رُوَيْبَةَ بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ وَهُوَ يَدْعُو فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ فَقَالَ عُمَارَةُ قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ قَالَ زَائِدَةُ قَالَ حُصَيْنٌ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا يَزِيدُ عَلَى هَذِهِ يَعْنِي السَّبَّابَةَ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Za`idah dari Hushain bin Abdurrahman dia berkata, ‘Umarah bin Ruwaibah melihat Bisyr bin Marwan sedang berdoa pada hari Jumat (dengan mengangkat tangan), maka Umarah berkata, “Semoga Allah menjadikan kedua tangan ini jelek.” Za`idah berkata, Hushain berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Umarah dia berkata, “Sungguh aku pernah melihat Rasulullah ﷺ ketika beliau di atas mimbar, (berdoa) tidak lebih dari memberi isyarat dengan ini.” yaitu jari telunjuk dekat ibu jari.” (HR. Abu daud hadits no. 930, 1140, Muslim 1443, 874)

f. Adapun ibtihal (yaitu bersungguh-sungguh dalam berdoa dengan merendahkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla ) dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi.¹³ Beliau ﷺ menengadahkan kedua tangan beliau ﷺ pada Perang Badar guna meminta pertolongan kepada Allah Azza Wa Jalla atas kaum musyrikin hingga pakaian beliau ﷺ jatuh dari kedua pundak beliau.”¹⁴

4. Terus-menerus berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla dengan mengulang-ulang kerububiyyahan-Nya. Cara seperti ini termasuk aspek penting yang membuat doa
terkabul.

Diriwayatkan dari Abu ad-Darda’ dan Ibnu Abbas bahwa mereka berdua berkata: “Nama Allah terbesar ialah Rabbi (Wahai Rabbku), Rabbi (Wahai Rabbku).”¹⁵

Perkataan tersebut disebutkan kepada al-Hasan  kemudian al-Hasan berkata: “Tidakkah kalian membaca al-Qur-an ?” Setelah itu al-Hasan membaca firman Allah Azza Wa Jalla surah Ali Imran ayat 191-195.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَا مًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَا طِلًا  ۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَا بَ النَّا رِ. (١٩١)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 191)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

رَبَّنَاۤ اِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّا رَ فَقَدْ اَخْزَيْتَهٗ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ. (١٩٢)

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang yang zalim.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 192)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَا دِيًا يُّنَا دِيْ لِلْاِ يْمَا نِ اَنْ اٰمِنُوْا بِرَبِّكُمْ فَاٰ مَنَّا ۖ رَبَّنَا فَا غْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّاٰتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْاَ بْرَارِ . (١٩٣)

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,” maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 193)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

رَبَّنَا وَاٰ تِنَا مَا وَعَدْتَّنَا عَلٰى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ اِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ. (١٩٤)

“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari Kiamat. Sungguh, Engkau tidak pernah mengingkari janji.””
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 194)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

فَا سْتَجَا بَ لَهُمْ رَبُّهُمْ اَنِّيْ لَاۤ اُضِيْعُ عَمَلَ عَا مِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى ۚ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ ۚ فَا لَّذِيْنَ هَا جَرُوْا وَاُ خْرِجُوْا مِنْ دِيَا رِهِمْ وَاُ وْذُوْا فِيْ سَبِيْلِيْ وَقٰتَلُوْا وَقُتِلُوْا لَاُ كَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَلَاُ دْخِلَنَّهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَ نْهٰرُ ۚ ثَوَا بًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَ اللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الثَّوَابِ. ( ١٩٥)

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 195)

Barang siapa mencermati doa-doa yang disebutkan dalam al-Qur-an, ia menemukan pada umumnya doa-doa tersebut dimulai dengan kata ‘Rabb’, misalnya firman Allah Azza Wa Jalla : “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa Neraka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 201)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰ خِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَا بَ النَّارِ. (٢٠١)

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 201)

Atau firman Allah Azza Wa Jalla : “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَا قَةَ لَنَا بِهٖ ۚ وَا عْفُ عَنَّا ۗ وَا غْفِرْ لَنَا ۗ وَا رْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰٮنَا فَا نْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ. (٢٨٦)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)

Juga firman-Nya: “Ya Rabb kami, janganlah Engkau condongkan bati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali Imran [3]: 8)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّا بُ. (٨)

“(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.””
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 8)

Dan ayat-ayat lainnya yang banyak sekali di dalam al-Quran.

Sedang penyebab doa tidak dikabulkan, Nabi ﷺ mengisyaratkan di antaranya karena mengkonsumsi barang haram, baik dalam makanan, minuman, pakaian, dan diberi makanan haram oleh orang lain. Tentang hal ini, telah disebutkan hadits Ibnu Abbas, dan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqash: “Wahai Sa’ad, hendaklah makananmu baik, niscaya engkau menjadi orang yang doanya dikabulkan.”¹⁶

Dari sisi ini bisa disimpulkan bahwa makan sesuatu yang halal, meminumnya, mengenakannya, dan memberikannya kepada orang lain merupakan penyebab doa seseorang dikabulkan.

Ikrimah bin Ammar meriwayatkan bahwa al-Ashfar berkata kepadaku bahwa dikatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash: “Engkau orang yang doanya dikabulkan di antara sahabat-sahabat Nabi ﷺ.” Sa’ad bin Abi Waqqash berkata: “Aku tidak mengangkat sesuap makanan ke mulutku, melainkan aku tahu asal usulnya dan ke mana makanan tersebut hendak keluar.”

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata: “Barang siapa ingin doanya dikabulkan Allah Azza Wa Jalla, hendaklah ia makan makanan yang baik (halal).”¹⁷

Diriwayatkan Oleh :

1. Hasan: HR. Abu Dawud (no. 1536), at-Tirmidzi (no. 1905, 3448), Ibnu Majah (no, 3862), Ahmad (II/258), dan al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (no. 32, 481). Lafazh ini milik Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan Ibnu Hibban (no. 2688-at-Ta’ liqatul Hisan). Hadits ini mempunyai penguat dari hadits Uqbah bin Amir dalam riwayat Ahmad (IV/154).

2. Shahih: HR. Muslim (no. 2622, 2854) dan Ibnu Hibban (no, 6449-at-Ta’liqátul Hisin). Lafazh ini milik Ibnu Hibban dari Abu Hurairah.

3. Hasan: HR. Ahmad (1/230), Abu Dawud (no. 1165), at-Turmidzi (no. 558), an-Nasai (III/163). dan Ibnu Majah (no. 1266). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasulullah ﷺ keluar dengan pakaian lusuh, menampakkan kemiskinan, merendahkan diri, dan tawadhu’,” Dishahihkan Ibnu Hibban (no. 2851-at-Ta’liqátul Hitan) dan redaksi tersebut miliknya.

4. Diriwayatkan Ibau Asakir dalam kitab Tarikhnya (XVI/290) dan adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala (IV/195). Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam (1/270).

5. Shahih: HR. Ahmad (V/438), Abu Dawud (no. 1488), at-Tirmidzi (no. 3556), Ibnu Majah (no. 3865), Ibnu Hibban (no. 873, 877-at-Ta’liqatul Hisin), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 1385), dan al-Hakim (1/497). Beliau menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Lafazh hadits ini milik at-Tirmidzi.

6. HR. Abdurrazzaq (no. 19648), ath-Thabrani dalam ad Du’a (no. 204, 205), al-Hakim (1/497-498), dan al-Baghawi (no. 1386) dengan sanad-sanad lemah.

7. HR. Abu Ya’la (no. 1867) dan al-Haitsami dalam Majma uz Zawa-id (X/149). Ia juga menisbatkan hadits tersebut kepada ath-Thabrani dalam al-Ausath, la berkata: “Di sanadnya terdapat Yusuf bin Muhammad bin al-Munkadir ia dianggap tsiqah (tepercaya), padahal ada kelemahannya, namun para perawi lainnya adalah para perawi ash-Shahih.”

8. Lihat hadits Anas bin Malik dalam Shahih al-Bukhari (no. 1031) dan Shahih Muslim (no. 895). Juga hadits Umair, mantan budak Abu Lahm, yang diriwayatkan Abu Dawud (no. 1168), Ahmad (V/223), dan al-Hakim (I/327) beliau menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat juga atsar Ibnu Umar dalam Fathul Biri (XI/143).

9. Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1031), Muslim (no. 895), Ahmad (III/241), Abu Dawud (no. 1171). dan Ibnu Hibban (no. 2852-at-Taliqitul hisan), dari Anas bin Malik.

10. HR. Ahmad (TV/56) dari as-Sa-ib bin Khallad secara mursal. Di sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah yang merupakan perawi dhaif. Hadits tersebut juga disebutkan al-Haitsami dalam Majma’z Zawi-id (X/168) dan berkata bahwa sanad hadits tersebut hasan akan tetapi marsal (terputus).

11. Shahih: Abu Dawud (no. 1490).

12. Shahih: HR. Ahmad (IV/135), Muslim (no. 874), an-Nasai (III/108), Abu Dawud (no. 1104), dan Ibnu Hibban (879-at-Ta’liqátul Hisan) dari Umarah bin Ruwaibah.

13. Shahih: HR. Abu Dawud (no. 1490) dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ab Dawud (V/228, no. 1339).

14. Shahih: HR. Muslim (no. 1763) dan Ibnu Hibban (no. 4773-at-Ta’liqatul hisan) dari Umar bin Khathab

15. HR. Ibnu Abi Syaibah (no. 29856), Atsar tersebut dishahihkan al-Hakim (I/505).

16. Hadits ini lemah sekali diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 6491) dilemahkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Ahadits adh-Dhaifah (no. 1812).

17. Diringkas dari Jami’ul Ulum wal Hikam (I/269-275).

Daftar Pustaka (5)

Ayat Al Qur'an 1

مِنْكُمْ مَّنْ يُّرِيْدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرِيْدُ الْاٰ خِرَةَ.(١٢٥)

“Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 152)

Ayat Al Qur'an 2

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

مَنْ كَا نَ يُرِيْدُ الْعَا جِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَآءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَ ۚ يَصْلٰٮهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا. (١٨) وَمَنْ اَرَا دَ الْاٰ خِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُ ولٰٓئِكَ كَا نَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا. (١٩)

“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) Neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik”
(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 18 – 19)⁴