Edisi QR 2

TEMA : Berharap dengan Allah ‘Azza wa jalla

Halaman Beranda

بسم الله الرحمن الرحيم

YAKIN TERHADAP ALLAH DAN RAHMATNYA

Ada beberapa peristiwa yang sangat mulia oleh para shahabiyat di mana tampak sifat luhur yang agung padanya, yaitu, yakin kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, serta rahmatNya, keyakinan bahwasanya Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى tidak akan menelantarkan hambaNya (laki-laki ataupun perempuan) ketika kesusahan datang dan berbagai cobaan muncul bertubi-tubi.

Hal itu karena mereka selalu bermunajat kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى , Tuhan sekalian alam, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dan yang tampak, Maha Mengetahui apa saja yang ada di dalam hati orang-orang Mukmin, berupa cinta dan rasa mengagungkanNya, serta mengetahui apa saja yang ada dalam hati orang-orang kafir dan orang-orang munafik, serta segala sesuatu yang dirahasiakan mereka berupa iri, rasa dengki dan benci mereka.

Maka dari itu, para shahabiyat berada pada kedudukan yang tinggi dalam meyakini Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, serta meyakini bahwa bersama setiap kesusahan, pasti ada kemudahan dan bersama setiap cobaan, pasti ada jalan keluarnya.

Sikap Aisyah رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنۡهُٱ dalam peristiwa haditsat al-Ifki (di mana beliau dituduh berzina) merupakan sikap yang mulia. Hal itu tampak sekali bagi kita. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Kitab at-Tafsir, bahwa Aisyah رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنۡهُٱ setelah mendengar dan tersebarnya tuduhan dusta ini di tengah masyarakat dia berkata, “Kemudian aku beranjak, lalu berbaring di atas tempat tidur.” Aisyah رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنۡهُٱ mengatakan, “Pada saat itu aku yakin bahwa aku terbebas dari tuduhan ini, dan aku yakin bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى pasti akan menyatakan kebebasanku dari tuduhan ini. Akan tetapi, aku tidak menyangka sebelumnya kalau Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى akan menurunkan wahyu yang dibaca tentang permasalahanku ini. Sebab, menurutku, diriku ini terlalu hina untuk difirmankan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dalam sebuah wahyu yang dibaca. Pada saat itu, aku hanya berharap agar Rasulullah ﷺ bermimpi dengan sebuah mimpi, yang dengan mimpi itu Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menetapkan kebebasanku (dari tuduhan ini).”

Ibnu Hajar dalam penjelasannya tentang keutamaan Aisyah dalam keyakinannya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan kepasrahannya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dalam masalah tersebut berkata, “Hadits tadi menjelaskan keutamaan orang yang menyerahkan segala urusannya kepada Tuhannya, dan siapa saja mampu melakukan hal seperti itu, niscaya kesedihan dan kegelisahannya akan menjadi ringan baginya.”¹

Dalam al-Ishabah² diriwayatkan bahwa Zinnirah adalah salah seorang shahabiyat yang sebelumnya adalah seorang budak yang disiksa oleh Abu Jahal, kemudian Abu Bakar membelinya dan menyelamatkannya dari siksaan. Budak Muslimah ini dahulunya beragama Romawi (Kristen) lantas masuk Islam, kemudian matanya buta. Oleh karenanya, orang-orang musyrik mengatakan, “Dia telah dibutakan oleh al-Lata dan al-Uzza. Beliau dengan ucapan yang penuh keyakinan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berkata, “Aku kafir (tidak meyakini) al-Lata dan al-Uzza.” Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengembalikan peng lihatannya.

Selanjutnya di dalam al-Ishabah, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, Begitu juga Muhammad bin Utsman di dalam (kitab) Tarikhnya meriwayatkan dari Ziyad al-Bukka’i, dari Humaid, bahwa Anas berkata, Ummu Hani binti Abi Thalib berkata kepadaku, Abu Bakar telah memerdekakan Zinnirah, dan pada saat memerdekakannya, mata Zinnirah terkena buta. Orang-orang Quraisy berkata, Tidak ada yang membutakan matanya selain al-Lata dan al-Uzza.” Zinnirah berkata, “Mereka bohong…! Al-Lata dan al-Uzza tidak dapat melindungi dan tidak dapat mendatangkan manfaat.” Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى memulihkan penglihatannya.”

Di dalam Mushannaf Abdurrazzaq dan lainnya diriwayatkan bahwa Umaimah binti Raqiqah berkata, “Saya bersama para wanita yang lain pergi untuk berbai’at kepada Rasulullah ﷺ, beliau ﷺ meminta kami berjanji setia agar tidak berzina dan tidak mencuri…. Dia berkata, “Kami berbai’at kepadanya, Nabi ﷺ meminta kami berjanji setia. Beliau ﷺ berkata, Sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian. Selanjutnya dia berkata, dan di sinilah yang menunjukkan keyakinan para shahabiyat terhadap Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Kami pun berkata, ‘Allah dan Rasulullah lebih mencintai kami dari pada diri kami sendiri.”

Ini benar-benar kekuatan akidah yang ada di dalam hati yang beriman kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, yang yakin akan pertolonganNya. Hati semacam ini sama sekali tidak ragu akan rahmat Allah  سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى kepadanya dan juga tidak ragu akan kebersamaan – Nya dengannya.

Hati tersebut merasa tenang dan tenteram walaupun segala permasalahan dunia menumpuk padanya, karena dia mengetahui bahwa semua permasalahan diatur oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, Dialah yang mengaturnya dan bukan manusia, dan Dialah yang memuliakan orang- orang yang taat dan bermunajat kepadaNya dalam keadaan yang paling sempit dan susah. Hal ini hanya akan diketahui oleh orang- orang beriman dan yakin kepada Tuhannya semisal para shahabiyat yang mulia ini, karena kitab suci Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى telah mantap terpatri dalam hati mereka, di mana Dia berfirman di dalamnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

حَتّٰۤى اِذَا اسْتَيْـئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوْۤا اَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوْا جَآءَهُمْ نَصْرُنَا ۙ فَـنُجِّيَ مَنْ نَّشَآءُ ۗ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ.(١١٠)

“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan siksa Kami tidak dapat ditolak dari orang yang berdosa.”
(QS. Yusuf 12: Ayat 110)

Orang-orang berdosa dari kalangan orang-orang munafik, serta orang-orang yang mengingkari Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan yang mempermainkan agamaNya, merekalah orang-orang yang menumbuhkan keraguan pada manusia akan jalan keluar yang diberikan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dari segala kesulitan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

ثُمَّ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ الْغَمِّ اَمَنَةً نُّعَا سًا يَّغْشٰى طَآئِفَةً مِّنْكُمْ ۙ وَطَآئِفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِا للّٰهِ غَيْرَ الْحَـقِّ ظَنَّ الْجَـاهِلِيَّةِ ۗ يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَ مْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ اِنَّ الْاَ مْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ ۗ يُخْفُوْنَ فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ مَّا لَا يُبْدُوْنَ لَكَ ۗ يَقُوْلُوْنَ لَوْ كَا نَ لَنَا مِنَ الْاَ مْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هٰهُنَا ۗ قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَا جِعِهِمْ ۚ وَلِيَبْتَلِيَ اللّٰهُ مَا فِيْ صُدُوْرِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ بِۢذَا تِ الصُّدُوْرِ. (١٥٤)

“Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi hati.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 154)

Orang-orang yang berpaling dari Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ini tidak mengetahui Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan sebenarnya. Maka dari itu mereka berprasangka kepadaNya dengan prasangka jahiliyah, yaitu prasangka bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى akan menelantarkan mereka dan menjadikan mereka sebagai mangsa musuh mereka.

Beginilah kita melihat keadaan jiwa-jiwa yang penuh dengan bisikan dan gangguan setan, serta jiwa-jiwa yang dipenuhi dengan sikap menentang dan membangkang terhadap Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى . Oleh sebab itu mereka tidak yakin kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan tidak meyakini bahwa Dialah yang mengatur semua yang terjadi, bahkan Anda melihat mereka terjerembab ke dalam kerugian demi kerugian, dan ketelantaran demi ketelantaran. Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengetahui siapa saja yang memiliki sifat ini, dan memberikan jawaban pembelaan kepadanya dengan menjelaskan bahwa Dialah yang mengatur urusan mereka sesuai dengan yang Dia kehendaki; dan itu tidak lain melainkan sebuah ujian. Inilah bantahan yang menyingkap semua yang ada di dalam dada dan membuka segala sesuatu yang disimpan di dalam hati.⁴

Diriwayatkan oleh :

1. Fath al-Bari, 8/481.
2. 4/311, 312.

3. Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Tafsirnya, 28/79; Ibnu Hibban di dalam Shahihnya, 10/417, at-Tirmidzi dalam Sunannya. 4/151; al-Baihaqi dalam as- Sunan al-Kubra, 8/148; an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, 4/429; Ibnu Majah. 2/959, Malik dalam al-Muwaththa. 2/989; Abdurrazzaq dalam Mushannafnya, 6/7: ath-Thabari dalam al-Kabir, 24/187, dan yang lainnya.

Klik Gambar di bawah ini :

Hadist 1

Hadist Dakwah

 Hadist 2

Orang yang diridhoi Allah ‘Azza wa jalla

 Hadist 3

Rahmat Allah ‘Azza wa jalla turun

 

Hadist 4

Mengikuti Sunnah

Hadist 5

Ajal seseorang Sudah Ditakdirkan

Hadist 6

TAKDIR

Mengerjakan Amalan-amalan Sunnah di Rumah

Nabi ﷺ bersabda,

عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ حُجْرَةً قَالَ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ مِنْ حَصِيرٍ فِي رَمَضَانَ فَصَلَّى فِيهَا لَيَالِيَ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا عَلِمَ بِهِمْ جَعَلَ يَقْعُدُ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ.

“Dari Busr bin Sa’id dari Zaid bin Tsabit, bahwa Rasulullah membuat satu ruangan.” Busr berkata. “Aku menduga Zaid bin Tsabit berkata, ‘Ruangan atau kamar tersebut terbuat dari tikar pada bulan Ramadan, lalu beliau melaksakan salat malam di (kamar atau tikar) tersebut dalam beberapa malam. Kemudian para sahabat mengikuti salat beliau. Ketika mengetahui apa yang mereka lakukan beliau pun berdiam di rumah, setelah itu beliau keluar seraya berkata kepada mereka, “Sungguh aku telah mengetahui sebagaimana aku lihat apa yang kalian lakukan. Wahai manusia, salatlah kalian di rumah-rumah kalian, sesungguhnya salat yang paling utama adalah salatnya seseorang yang dilakukannya di rumahnya, kecuali salat fardlu.”(HR. Bukhari no.689, Nasa’i no.1581)

Hendaklah manusia mengerjakan shalat sunnah di rumahnya, kecuali jika khawatir akan kehilangan berbagai amalan sunnah tersebut saat berada di rumah karena sibuk dengan anak-anak dan pekerjaan. Jika Anda merasa belum dapat menjaga shalat sunnah tatkala Anda berada di rumah, shalatlah di masjid dan jangan sampai meninggalkannya.

Rasulullah ﷺ bersabda,

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ احْتَجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَيْرَةً بِخَصَفَةٍ أَوْ حَصِيرٍ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيهَا قَالَ فَتَتَبَّعَ إِلَيْهِ رِجَالٌ وَجَاءُوا يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ قَالَ ثُمَّ جَاءُوا لَيْلَةً فَحَضَرُوا وَأَبْطَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُمْ قَالَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ وَحَصَبُوا الْبَابَ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا زَالَ بِكُمْ صَنِيعُكُمْ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُكْتَبُ عَلَيْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ.

“Dari Zaid bin Tsabit ia berkata, “Rasulullah ﷺ memasang tenda dari tikar pada sebuah tempat di Masjid, sehingga merupakan sebuah kamar tempat beliau salat (malam). Melihat hal itu, beberapa orang sahabat mendatangi tempat itu dan mereka salat pula mengikuti Nabi ﷺ salat. Pada suatu malam mereka datang pula, tetapi Rasulullah ﷺ terlambat, sehingga beliau tidak keluar sama sekali menemui mereka. Oleh karena itu, mereka mengeraskan suara dan melempar pintu dengan kerikil, untuk memberi tahu Nabi ﷺ, karena mereka menyangka kalau-kalau beliau lupa. Maka dalam keadaan marah Rasulullah ﷺ keluar menemui mereka sambil bersabda, “Janganlah kalian berbuat demikian, karena aku mengira bahwa salat malam itu akan diwajibkan kepada kalian. Karena itu, salatlah kalian di rumah kalian masing-masing, karena sebaik-baik salat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya sendiri, kecuali salat wajib.” Nabi ﷺ memasang tenda dari tikar pada sebuah tempat di Masjid, sehingga merupakan sebuah kamar tempat beliau salat (malam). Melihat hal itu, beberapa orang sahabat mendatangi tempat itu. Maka ia pun menyebutkan hadits yang serupa dengannya. Dan ia menambahkan di dalamnya, “Jika (salat malam) itu diwajibkan atas kalian, niscaya kalian tidak akan mampu melakukannya.”(HR. Muslim no.1301, Bukhari no.5648)

Ini menunjukkan besarnya pahala amalan sunnah di rumah. Shalat sunnahnya seorang lelaki di rumahnya lebih utama daripada shalat sunnah yang dilaksanakannya di masjid- di mana shalatnya dilihat banyak orang- bagaikan keutamaan amalan fardhu di atas amalan sunnah, karena ia lebih dekat kepada keikhlasan.

Daftar Pustaka