Niat Dan Tujuan Syari’at

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Niat adalah ruh, inti, dan sendinya amal. Amal mengikuti niatnya. Amal menjadi benar karena niat yang benar dan amal menjadi rusak karena niat yang rusak.”¹

Dalam hal ini Nabi menyampaikan dua kalimat yang maknanya dalam, yaitu :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى.

“Sesungguhnya amal-amal bergantung kepada niat, dan seseorang memperoleh apa yang ia niatkan.” ( HR. Bukhari hadits no. 3530 )

Pada kalimat pertama, beliau menjelaskan bahwa amal tidak ada artinya tanpa keberadaan niat. Sedangkan pada kalimat kedua, beliau menjelaskan bahwa orang yang melakukan suatu amalan tidak akan memperoleh apa pun kecuali menurut niatnya. Amal di sini mencakup iman, ibadah, dakwah, muamalah, nadzar, jihad, perjanjian, dan tindakan apa pun.

Pengaruh niat dalam sah atau tidaknya suatu ibadah telah dijelaskan. Semua amalan qurbah (amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla) harus dilandasi dengan niat. Suatu tindakan tidak dikatakan ibadah kecuali disertai niat dan tujuan. Oleh karena itu, sekalipun seseorang. menceburkan diri ke dalam air tanpa niat mandi (janabah) atau masuk kamar mandi sekedar untuk membersihkan diri atau sekedar menyegarkan badan, maka perbuatan itu tidak termasuk amalan. qurbah dan ibadah.

Contoh: Seseorang yang tidak makan sehari penuh karena tidak ada makanan atau karena pantang makan atau karena akan dioperasi, maka ia tidak disebut sebagai orang yang sedang melakukan ibadah puasa.

Contoh lain: Seseorang yang berputar mengelilingi Ka’bah untuk mencari sesuatu yang jatuh atau mencari saudaranya yang hilang, maka orang tersebut tidak dikatakan melakukan ibadah thawaf yang disyari’atkan.

Imam an-Nawawi menjelaskan: “Niat itu disyari’atkan untuk beberapa hal berikut:

1. Untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat).

Misalnya duduk di masjid; ada yang berniat istirahat, ada pula yang tujuannya untuk i’tikaf. Mandi dengan niat mandi junub berbeda dengan mandi yang hanya sekedar untuk membersihkan diri. Yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan adalah niat. Nabi ﷺ mengisyaratkan hal ini ketika ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang karena riya’ (ingin dilihat orang), karena fanatisme golongan, dan berperang agar disebut pemberani. Maka, siapakah yang berperang di jalan Allah Azza Wa Jalla ? Beliau ﷺ pun menjawab :

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ .

“Barang siapa berperang dengan tujuan agar kalimat Allah adalah yang paling tinggi, maka ia berada fi sabilillah (di jalan Allah).” ( HR. Bukhari hadits no. 2599, 120, 2895, Muslim 3524 )²

2. Untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain yang sama jenisnya.

Misalnya seseorang mengerjakan shalat empat rakaat. Apakah diniatkan shalat Zhuhur ataukah shalat sunnah (ataukah diniatkan untuk shalat ‘Ashar)? Maka, yang membedakannya adalah niat. Demikian juga dengan orang yang memerdekakan seorang hamba (budak), apakah ia niatkan untuk membayar kafarah (tebusan) ataukah ia niatkan untuk nadzar atau yang lainnya. Jadi yang penting untuk membedakan dua ibadah yang sama adalah niat.”³

Adapun lafazh niat yang sering diulang-ulang dalam firman Allah  Azza Wa Jalla dan hadits Nabi ﷺ maka maknanya adalah berkaitan dengan ikhlas atau tidaknya seorang hamba dalam beramal. Dan di dalam al-Qur-an niat dengan makna semacam ini sering diungkapkan dengan lafazh اَلْاءِرَادَةٌ , yang artinya menghendaki, seperti menghendaki akhirat, menghendaki wajah Allah Azza Wa Jalla, atau menghendaki dunia dan terkadang dengan lafazh وَالْاءِبَتِْغَاءُ , yang artinya mengharap, seperti mengharap keridhaan Allah Azza Wa Jalla dan mengharap wajah Allah Azza Wa Jalla . Sebagaimana firman Allah.

Diriwayatkan Oleh :

1. I’lâmul Muwaqqi ‘in (VI/106), tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman.

2. Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 123) dan Muslim (no. 1904), at-Tirmidzi (no. 1646), Abu Dawud (no. 2517), Ibnu Majah (no. 2783), dan an-Nasai (VI/23) dari Abu Musa al-Asy’ari.

3. Syarah Arba’in oleh Imam an-Nawawi (hlm. 8).

4. Lihat juga surah Al-Baqarah ayat 265 dan 272, surah An-Nisa’ ayat 114.

 

Kembali ke Halaman Utama (Beranda)